CERPEN : Surga Petualangan Dunia di Ujung Timur Indonesia - Indira Rusda 8C SMPN 135 JAKARTA
Pandanganku tertuju pada dikejauhan ujung pulau sana setelah sehari hanya melihat laut dan ombak yang tak jarang membuat pening kepalaku, mulai terdengar suara decak kagum dari para turis lokal maupun asing. Sepertinya memang tidak salah ketika beberapa dari mereka mengatakan “Keajaiban surga yang tersembunyi di ujung timur Indonesia” ah masa bodo kata orang, lebih baik ku bersiap mengemasi barang bawaanku,biarpun hanya sebuah tas tapi banyak benda yang ku butuhkan didalamnya. ah itu ia mendekat ke arahku lalu berkata.
“Galih ko su siapkan ko barang-barang ko belum? katong su mau turun?” ucapnya dengan sedikit bubuhan logat papuanya yang khas.
“Oh iya sobat,sa sudah siap.” balasku dengan sedikit mengimbangi logatnya.
“Oke. kalo begitu mari katong tempo turun.” sahutnya lagi.
Saat pertamaku injak langkah pertamaku di pelabuhan kecil Labuan Bajo yang berada di kecamatan Komodo, kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Aku merasakan sejuknya angin segar yang menimpa wajahku. Lalu lalang orang yang lebih dominan berkulit hitam sangat pekat dimata. Laut pelabuhannya sangat bersih membuatku dapat melihat segala macam ikan yang unik di dalamnya. Tidak hanya ikan saja yang unik, tetapi pantainya pun unik karna pantai ini mempunyai pasir yang berwarna pink yang jarang di temukan di pantai lainnya. Pasir pantai yang berwarna pink itu dikenal dengan nama “PINK BEACH”. Warna pink berasal dari hewan berukuran mikrokopis bernama foraminifora yang kemudian memberikan pigmen merah pada koral, koral tersebut terbawa oleh gelombang menuju pasir lalu hancur menjadi serpihan dan butiran yang menjadi pasir pantai. Huaa..dasyatnya rasanya aku tak sabar untuk segera pergi ke pantai yang indah.
Tetapi Galih malah mengajakku ke sebuah perumahan di Labuan Bajo, rumah yang sederhana yang kami sewa sementara untuk kami tinggali. Malam lekas menghampiri, menggantikan sore yang melahkan. Seharian aku hanya lihat beberapa kegiatan penduduk di pinggiran dermaga. Saat malam ku duduk di pinggir api unggun mendengarkan nyanyian khas penduduk asli, dan tentunya sambil menikmati sup ikan kuah asam makanan asli khas Labuan Bajo. Sepintas aku teringat pada misi utamaku disini, yaitu mencari keajaiban yang begitu melegenda di dunia, tentunya tempat penyelaman terbaik,huaa.. rasanya kantuk pun menutup malam keindahan ini.
“Tempo ko bangun” Aku hanya melihat Galih yang kelihatan bergembira.
“Ada apa?”
“Ado masa ko su lupa kalo sekarang katong mo pergi diving”
“Ohh iya benar”
Rasa kantuk hilang tanpa jejak, aku begitu bersemangat untuk pergi ke pinggir pantai. Kapal motor yang sedari tadi menunggu tidak langsung jalan karena masih ada beberapa orang yang ikut menyelam. Akhirnya berangkat di posisi diving, aku melihat beberapa pulau kecil indah yang berjarak tidak jauh dari pulau tersebut. Hebat ini seperti surga tak kalah luar biasanya juga saatku pertama menceburkan diri “UAHH AMAZING! SANGAT CANTIK !”
Begitulah ungkapan hatiku saat pertama kali ku lihat hamparan koral dan banyak spesies ikan yang unik. Aku terharu akhirnya menempuh perjalanan yang jauh dari Jakarta ke Sorong, lalu ke Labuan Bajo untuk mencari keajaiban salah satu pesona surga dunia dari tujuh tempat menyelam terbaik didunia. ahh rasanya aku tak ingin pergi dari sini tapi sayangnya waktu menyelam sudah habis, aku harus meninggalkan terumbu karang ini dengan berat hati. Karena arus air mulai kencang, segera ku naik ke permukaan dengan rasa sangat puas sekaligus sedih.
“Galih ! tadi di dalam bagus!”
“Ado kawan jangan ko tanya lagi,sa senang sekali.”
Galih sedikit tersenyum lucu, mungkin melihat wajahku yang tak rela untuk pergi, tapi sudah waktunya kembali ke daratan. Hari ini masih siang, masih ada waktu untuk melakukan kegiatan lain, memancing, memanggil ikan hanya dengan meniup sebuah peluit, lalu melempar roti, aneh juga sebenarnya tapi tetap asik dan seru berjalan-jalan di pinggir pantai sambil berfoto di bawah sunset pantai pink beach,wahh.. indah, sampai hari ketiga itu menjadi pertanda bahwa liburan telah selesai, berat sih rasanya tapi aku tetap senang.
Aku kembali ke atas kapal yang membawa kami sebelumnya. Kapal segera berangkat hiruk pikuk para turis yang naik dan turun segera berlalu, takkan terlupakan dalam ingatanku. Sampai ku kembali ke Sorong berpisah dengan Galih, kemudian terbang ke ibu kota Jakarta membawa sesuatu yang agak mengganggu di telinga teman-temanku disana, yaitu logat yang masih menempel pada kata-kataku selama 1 minggu di kota Sorong.
Selama tinggal di Labuan Bajo saya mendapati hal-hal yang sangat berbeda dengan kebudayaan yang saya miliki. Perbedaan budaya ini cukup membuat saya merasakan culture shock, tergelitik, hingga akhirnya terbiasa, tinggal di tempat yang memiliki kebudayaan berbeda meningkatkan self-awareness saya terhadap budaya sendiri dan budaya lain. Sebuah apresiasi terhadap budaya terbentuk dari praktis-praktis, situasi, dan tradisi yang berbeda dengan yang saya miliki. Tentunya tidak semua orang berpikir dan mengalami hal yang serupa, berikut perspektif saya:
- Tidak ada batasan usia untuk secangkir kopi.
Who does not drink coffee? No body, jika kamu bertanya pada orang Manggarai. Kopi pada orang Manggarai seperti menjadi budaya. Mereka tidak sekedar minum kopi, tapi mereka bangga meminumnya. Salah seorang kawan pernah bergurau bahwasannya kulit mereka hitam karena terlalu banyak minum kopi. Kopi manggarai, mereka menyebutnya, yang saya pelajari, di dalamnya ada budaya dan jati diri.
- Nasi dan Kopi
Sewaktu kecil, kalau saya tidak mau makan, Ibu saya kerapkali menawarkan nasi dicampur dengan garam atau margarin. Kalau di Labuan Bajo, mereka makan nasi saja tanpa apapun dengan seduhan kopi sebagai pendamping. Coffee clearly elevates their simple di.
- Ikan Asin Bakar
Ikan asin adalah panganan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Siapa yang tidak pernah makan ikan asin. Tapi ikan asin bakar? Siapa yang tidak kaget. Orang Manggarai punya kebiasaan yang menurut saya unik. Mereka memakan ikan asin dengan cara dibakar dan didampingi dengan singkong rebus. Namun ikan asin yang dibakar tidak sembarang ikan asin. Orang Manggarai mempunyai ikan asin khas daerahnya, Ikan Cara.
- Pisang Lumur Saos
Terus terang, saya baru tahu bahwa pisang goreng bisa disantap dengan menggunakan saus cabai. Buat saya, pisang goreng atau panganan olahan pisang hanya cocok berdampingan dengan sesuatu yang manis, misal coklat, menjadi pisang coklat, atau dengan gula merah menjadi pisang ape. Kalaupun didampingi dengan sesuatu yang asin, mungkin dengan keju. Tapi pisang dengan sambal? Would you like to try?
- Putar Kopi
Kali ini seputar Bahasa. Saya biasa memakai prediket “menyeduh” ketika membuat minuman. Orang Manggarai tidak mengenal menyeduh, mereka menyebutnya memutar. Putar kopi, putar susu, putar teh. Mungkin mereka mengadopsi kata “putar” karena gerakan memutar pada saat mengaduk.
- Selamat for every occasion
Apa yang kamu lakukan jika bertemu dengan orang lain yang mungkin tidak kamu kenal? Ucap halo? Tersenyum? Atau berpura-pura tidak melihat? Lain halnya di Labuan Bajo, orang-orang mengucapkan “Selamat” ketika menyapa. Just SELAMAT. Selamat tanpa ucapan pagi, sore, atau malam. Umumnya kata ini diutarakan oleh orang tua. Concise and perfect for every occasions.
- Larangan Marah
Hari pertama saya menginjakan kaki di tanah Manggarai, saya pergi ke mini market. Saya mencari snack. Setelah menunggu agak lama, pegawai mini market mencari apa yang saya butuhkan, datanglah ia dengan tangan kosong sembari berkata, “Jangan marah Kaka, tidak ada snack nya”. Pada saat itu, sebenarnya saya kaget dan tersinggung. Saya berfikir, apakah muka saya segalak itu, sehingga ia meminta saya untuk tidak marah. Saya menjawab, “Kenapa saya harus marah?” Ia hanya tersenyum. Belakangan saya baru tahu ternyata, “jangan marah” itu lazim diucapkan sebagai pengganti kata “maaf”.
- Menyuluh
Satu budaya yang paling saya kagumi sebagai pendatang di tanah timur Indonesia ini, yaitu kegiatan menyuluh. Menyuluh bukan berarti memberi penyuluhan. Menyuluh adalah kegiatan menangkap ikan yang dilakukan pada setiap malam terang bulan (Bulan Purnama), dimana laut sedang sangat surut.
Menyuluh dilakukan menggunakan tombak ataupun panah di sekitar padang lamun pada bagian pantai atau laut yang surut. Hanya lelaki yang diperbolehkan untuk ikut menyuluh. Bagi lelaki yang istrinya sedang hamil diperkenankan ikut, akan tetapi tidak diperbolehkan untuk membunuh ataupun menangkap hewan apapun. Biasanya keluarga di rumah (anak,istri) menunggu dan bersiap memasak ikan dan hewan laut (seperti belut,kepiting) yang didapat dengan bumbu yang sangat sederhana direbus dengan asam dan garam. Di sana tidak menyimpan ikan untuk esok hari karena beranggapan akan mengurangi tingkat kesegaran ikannya. Saya yang biasa menyimpan persediaan ikan selama seminggu tertegun. Hmm.
- Undang Saja Semua Orang
Jika kamu pergi ke Labuan Bajo, jangan heran kalau kamu akan mendapatkan banyak undangan pesta atau acara. Bahkan jika kamu tidak mengenal si-yang-punya acara, kamu bisa saja dapat undangannya. Pokoknya, you don’t know them at all. Yes, you allow to invite somebodies to your relations’ parties.
- Mami-Papi
Setiap acara, mereka akan sempatkan untuk menari. Nikahan, seminar, pelatihan, pasti ada sesi berjoget ria. Ini kata mereka, “setiap ada Mami, pasti ada Papi”. MAkan MInum dan PAtah PInggang. Tersebutlah Metikey, Flobamora, Ja’i, Mace Papua, Ciki ciki Bam. Paling tidak kamu harus bisa salah satu untuk bisa dianggap “asik” mengenai budaya di Labuan Bajo yang saya anggap berbeda dan unik dari budaya yang saya miliki. Apakah kalian pernah merasakan perbedaan lintas budaya lainnya ketika berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain? Let me know what you think ?
“Karena laut sudah bercerita kepadaku, tentang apa yang tak ku dengar dari daratan tempat ku bertemu dengan mu.”
Bersama para manusia yang gemar berpetualang demi menemukan keindahan yang tersembunyi di alam raya.
Karya : Indira Rusda
Kelas : 8C
Contact Information
RT.15/RW.7, Pd. Bambu, Kec. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta